
Indonesia Emas 2045, yang menandai satu abad kemerdekaan Republik Indonesia, mensyaratkan hadirnya Generasi Emas—individu unggul yang memiliki karakter kuat, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berdaya saing global. Kurikulum Merdeka (KM) hadir sebagai kerangka pendidikan yang ambisius untuk mencetak generasi tersebut, termasuk di lingkungan pendidikan Islam, khususnya Madrasah Aliyah (MA). Namun, implementasi KM di MA menghadapi sejumlah tantangan signifikan yang harus diatasi agar visi Indonesia Emas dapat tercapai.
1. Kesiapan dan Kompetensi Guru
Tantangan utama terletak pada kesiapan dan kompetensi pendidik. Kurikulum Merdeka menuntut pergeseran paradigma dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered).
• Pembelajaran Berdiferensiasi: Guru MA harus mampu mendiagnosis kebutuhan, minat, dan potensi beragam siswa serta menyediakan pembelajaran yang terdiferensiasi. Ini memerlukan pelatihan intensif, terutama bagi guru di daerah dengan akses terbatas.
• Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan Lil ‘Alamin (P5RA): Pelaksanaan proyek multi-disiplin ini menuntut guru menjadi fasilitator dan mentor, bukan sekadar penyampai materi. Diperlukan kemampuan mengelola proyek, mengintegrasikan mata pelajaran umum dan keagamaan, serta menilai karakter secara holistik.
• Literasi Digital: Kebutuhan mengintegrasikan teknologi dan literasi digital dalam proses pembelajaran untuk mempersiapkan siswa menghadapi era Society 5.0 masih menjadi kendala di banyak madrasah, terutama yang minim sarana.
2. Keterbatasan Sumber Daya dan Infrastruktur
Kesenjangan sumber daya antara MA di perkotaan dan di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) menjadi penghalang besar.
• Sarana dan Prasarana: Tidak semua madrasah memiliki akses internet yang memadai, laboratorium yang lengkap, atau ruang kelas yang fleksibel untuk mendukung model pembelajaran proyek dan kolaboratif yang didorong oleh KM.
• Bahan Ajar dan Modul: Meskipun KM menekankan fleksibilitas, ketersediaan dan pengembangan modul ajar yang relevan, terutama untuk mata pelajaran spesifik madrasah (seperti Akidah Akhlak, Fikih, atau Ilmu Hadis) dalam konteks KM, masih menjadi pekerjaan rumah.
3. Integrasi Mata Pelajaran Keagamaan dan Umum
Madrasah Aliyah memiliki kekhasan sebagai lembaga yang mengintegrasikan ilmu umum dan agama. Tantangannya adalah memastikan bahwa esensi pendidikan agama tidak tergerus dalam fleksibilitas KM, namun sebaliknya, dapat diintegrasikan secara efektif dalam semangat Merdeka Belajar.
• Keseimbangan Kurikulum: Diperlukan strategi yang matang dalam mengintegrasikan mata pelajaran keagamaan ke dalam proyek dan tema umum tanpa mengurangi kedalaman pemahaman agama yang menjadi ciri khas lulusan madrasah.
• Penguatan Karakter Keagamaan: Penguatan karakter Pelajar Pancasila harus selaras dan didukung oleh penanaman nilai-nilai Pelajar Rahmatan Lil ‘Alamin, yang menuntut inovasi dalam kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler madrasah.
4. Tantangan dalam Asesmen dan Evaluasi
Perubahan filosofi dalam KM juga mencakup perubahan pada sistem penilaian.
• Asesmen Formatif: Guru masih membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai implementasi asesmen formatif yang konsisten sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya alat ukur hasil akhir.
• Beban Administratif: Perubahan sistem evaluasi, seperti penggunaan e-rapor dan dokumentasi pembelajaran berdiferensiasi serta P5RA, seringkali meningkatkan beban administratif guru, mengalihkan fokus dari proses pengajaran itu sendiri.
5. Adaptasi Budaya Sekolah dan Stakeholder
Implementasi KM membutuhkan perubahan total pada ekosistem sekolah.
• Perubahan Pola Pikir: Kurikulum Merdeka memberikan otonomi yang lebih besar kepada madrasah. Hal ini menuntut kepemimpinan madrasah yang kuat, kreatif, dan inovatif, serta kesiapan dari semua pemangku kepentingan (termasuk orang tua dan komite) untuk mendukung filosofi Merdeka Belajar.
• Dukungan Kebijakan: Konsistensi dan keberlanjutan dukungan kebijakan dari Kementerian Agama (Kemenag), termasuk dalam hal kesejahteraan dan pengembangan karier guru, sangat krusial untuk menjaga motivasi dan efektivitas implementasi di lapangan.
Mengatasi tantangan-tantangan ini bukan sekadar tugas teknis, melainkan investasi strategis dalam pembentukan SDM berkualitas. Dengan strategi implementasi yang terencana, dukungan sumber daya yang merata, serta peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan, Madrasah Aliyah akan mampu memainkan peran penting dalam melahirkan Generasi Emas 2045 yang tidak hanya cerdas secara akademik dan teknologi, tetapi juga memiliki integritas moral serta karakter Islami yang kokoh.
Penulis:
Acun Arsae